LEI yang merupakan sebuah pengembang sistem, kedepannya berencana untuk mengembangkan sertifikasi ke hasil hutan bukan kayu lainnya.
For further information log on website :
http://nationalgeographic.co.id/berita/2016/03/sertifikasi-tidak-hanya-untuk-hasil-hutan-kayu
Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) adalah Organisasi non-profit berbasis konsituen yang mengembangkan sistem hutan untuk mengembangkan misi pengelolaan sumber daya hutan yang adil dan berkelanjutan di Indonesia. Selain itu, Sertifikasi label milik LEI dihasilkan oleh kegiatn pengelolaan hutan yan memperhatikan norma ekonomi dan norma sosial. Sebagai organisasi berbhasis konsituen, LEI memngutamakan transparansi yang diperlukan dalam kredibilitas sertifikasi hutan.
Konsituen LEI dibagi menjadi 4 kelompok besari yakni kelompok kama bisnis, kelompok kamar pemerhati kelompok kamar masyarakat adat/petani hutan dan kelompok tokoh lingkungan.
Dalam Sertifikasi hutan, LEI memiliki sebanyak lima skema sertifikasi yang unik dan berbeda dengan sertifikasi lainya, yakni:
1. Sertifikasi Pengelolaan hutan alam Lestari
2. Sertifikasi Pengelolaan hutan tanaman lestari
3. Sertifikasi Pengelolan hutan berbasis masyarakat lestari
4. Sertifikasi Pengelolaan hasil hutan bukan kayu lestari
5. Sertifikasi hutan Lacak Balak (Coc)
1. Sertifikasi Pengelolaan hutan alam Lestari
2. Sertifikasi Pengelolaan hutan tanaman lestari
3. Sertifikasi Pengelolan hutan berbasis masyarakat lestari
4. Sertifikasi Pengelolaan hasil hutan bukan kayu lestari
5. Sertifikasi hutan Lacak Balak (Coc)
Lima skema di atas secara umum memiliki tujuan yang sama, yakni untuk mencapai hutan yang terkelola secara lestari dan hasil hutan yang diproduksi disebakan adanya proses produksi yang baik , berkelanjutan dan memiliki dampak positif terhadap aspek lingkungan dan sosial.
Sejauh ini, hutan yang sudah disertifkasi oleh LEI berjumlah kurang lebih 55 hutan yang terdiri dari 1 Hutan Alam (HPA), hutan tanaman (TI) sebanyak 18 serta hutan yang berbasis masyarakat sebanyak 36 yang terdiri dari 1 hutan adat, 1 hutan masyarakat dan hutan rakyat yang berada di pulau Jawa sebanyak 33 .
Meskipun sudah memiliki hutan yang berhasil disertifkasi, Bapak Ir. Herryadi selaku Direktur Eksekutif dari Lembaga Ekolabel Indonesia mengatakan bahwa LEI masih memilki beberapa kendala sebagai penggerak sertifikasi.Sebagai kendala pertama, LEI masih belum memiliki pengakuan dari masyarakat maupun pasar sebaik FSC. Hingga saat ini, LEI belum banyak memiliki keterampilan untuk membantu para produsen pengguna Label LEI untuk mendapatkan pengakuan dari pasaran baik dalam maupun luar negeri. Selain kendala pengakuan dari masyarakat, LEI yang ingin pergerakkannya dapat mempengaruhi kebijakan pemerintah, merasa pemerintah masih sangat tertutup dengan masukan-masukan dari lembaga seperti LEI serta perilaku koruptif yang masih marak terjadi.
Kedepannya, LEI yang merupakan sebuah pengembang sistem, LEI akan terus memperbaiki pengembangan sistem di hutan. Peran hutan yang tidak hanya menghasilkan produk kayu, tetapi juga sebagai penghasil produk hutan bukan kayu, memiliki peran penting pula dalam penyedia jasa lingkungan sebagai penjaga fungsi hidrologis.
Fungsi hidrologis untuk menjaga keberadaan air bersih secara baik dan kontinuitas, LEI akan mengembangkan sistem sertifikasi terhadap hal tersebut. Kemudian dalam fungsi karbon, hutan sebagai penyerap emisi karbon, LEI juga akan mengembangkan sertifikasi dengan penggunaan alat yang rendah emisi karbon. Selain beberapa fungsi di atas, LEI juga akan mencoba untuk menjalin kerjasama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Kementria Pariwisata untuk mengembangkan sistem sertifikasi dalam bentuk hasil hutan bukan kayu.
(Nisrina Darnila)
http://nationalgeographic.co.id/berita/2016/03/sertifikasi-tidak-hanya-untuk-hasil-hutan-kayu