Author
Heni Febri Mayenti
Konstruksi rangka rangka tersusun yang tradisional.
Menurut Kelas Keawetan
Daun jati dimanfaatkan secara tradisional di Jawa sebagai pembungkus, termasuk pembungkus makanan. Nasi yang dibungkus dengan daun jati terasa lebih nikmat. Contohnya adalah nasi jamblang yang terkenal dari daerah Jamblang, Cirebon. Daun jati juga banyak digunakan di Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur sebagai pembungkus tempe. Berbagai jenis serangga hama jati juga sering dimanfaatkan sebagai bahan makanan orang desa. Dua di antaranya adalah belalang jati (Jw. walang kayu), yang besar berwarna kecoklatan, dan ulat-jati (Endoclita). Ulat jati bahkan kerap dianggap makanan istimewa karena lezatnya. Ulat ini dikumpulkan menjelang musim hujan, di pagi hari ketika ulat-ulat itu bergelantungan turun dari pohon untuk mencari tempat untuk membentuk kepompong (Jw. ungkrung). Kepompong ulat jati pun turut dikumpulkan dan dimakan. Fungsi ekonomis lain dari hutan jati jawa Jika berkunjung ke hutan-hutan jati di Jawa, kita akan melihat bahwa kawasan-kawasan itu memiliki fungsi ekonomis lain di samping menghasilkan kayu jati. Banyak pesanggem (petani) yang hidup di desa hutan jati memanfaatkan kulit pohon jati sebagai bahan dinding rumah mereka. Daun jati, yang lebar berbulu dan gugur di musim kemarau itu, mereka pakai sebagai pembungkus makanan dan barang. Cabang dan ranting jati menjadi bahan bakar bagi banyak rumah tangga di desa hutan jati. Hutan jati terutama menyediakan lahan garapan. Di sela-sela pepohonan jati, para petani menanam palawija berbanjar-banjar. Dari hutan jati sendiri, mereka dapat memperoleh penghasilan tambahan berupa madu, sejumlah sumber makanan berkarbohidrat, dan obat-obatan. Makanan pengganti nasi yang tumbuh di hutan jati misalnya adalah gadung (Dioscorea hispida) dan uwi (Dioscorea alata). Bahkan, masyarakat desa hutan jati juga memanfaatkan iles-iles (Ammorphophallus) pada saat paceklik. Tumbuhan obat-obatan tradisional seperti kencur (Alpina longa), kunyit (Curcuma domestica), jahe (Zingiber officinale), dan temu lawak (Curcuma longa) tumbuh di kawasan hutan ini.
Pohon jati juga menghasilkan bergugus-gugus bunga keputihan yang merekah tak lama setelah fajar. Masa penyerbukan bunga jati yang terbaik terjadi di sekitar tengah hati —setiap bunga hidup hanya sepanjang satu hari. Penyerbukan bunga dilakukan oleh banyak serangga, tetapi terutama oleh jenis-jenis lebah. Oleh karena itu, penduduk juga sering dapat memanen madu lebah dari hutan-hutan jati.
Masyarakat desa hutan jati di Jawa juga biasa memelihara ternak seperti kerbau, sapi, dan kambing. Jenis ternak tersebut memerlukan rumput-rumputan sebagai pakan. Walaupun para petani kadang akan mudah mendapatkan rerumputan di sawah atau tegal, mereka lebih banyak memanfaatkan lahan hutan sebagai sumber penghasil makanan ternak. Dengan melepaskan begitu saja ternak ke dalam hutan, ternak akan mendapatkan beragam jenis pakan yang diperlukan. Waktu yang tidak dipergunakan oleh keluarga petani untuk mengumpulkan rerumputan dapat dimanfaatkan untuk kegiatan lainnya.
Pada 2003, sekitar 76% lahan hutan jati Perhutani di Jawa dikukuhkan sebagai hutan produksi, yaitu kawasan hutan dengan fungsi pokok memproduksi hasil hutan (terutama kayu). Hanya kurang dari 24% hutan jati Perhutani dikukuhkan sebagai hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, dan cagar alam.
Mengingat lahannya yang relatif cukup luas, hutan jati dipandang memiliki fungsi-fungsi non-ekonomis yang penting. Fungsi-fungsi non-ekonomis tersebut adalah sebagai berikut: • Fungsi penyangga ekosistem Tajuk pepohonan dalam hutan jati akan menyerap dan menguraikan zat-zat pencemar (polutan) dan cahaya yang berlebihan. Tajuk hutan itu pun melakukan proses fotosintesis yang menyerap karbondioksida dari udara dan melepaskan kembali oksigen dan uap air ke udara. Semua ini membantu menjaga kestabilan iklim di dalam dan sekitar hutan. Hutan jati pun ikut mendukung kesuburan tanah. Ini karena akar pepohonan dalam hutan jati tumbuh melebar dan mendalam. Pertumbuhan akar ini akan membantu menggemburkan tanah, sehingga memudahkan air dan udara masuk ke dalamnya. Tajuk (mahkota hijau) pepohonan dan tumbuhan bawah dalam hutan jati akan menghasilkan serasah, yaitu jatuhan ranting, buah, dan bunga dari tumbuhan yang menutupi permukaan tanah hutan. Serasah menjadi bahan dasar untuk menghasilkan humus tanah. Berbagai mikroorganisme hidup berlindung dan berkembang dalam serasah ini. Uniknya, mikroorganisme itu juga yang akan memakan dan mengurai serasah menjadi humus tanah. Serasah pun membantu meredam entakan air hujan sehingga melindungi tanah dari erosi oleh air.
• Fungsi biologis Jika hutan jati berbentuk hutan murni —sehingga lebih seperti 'kebun' jati— erosi tanah justru akan lebih besar terjadi. Tajuk jati rakus cahaya matahari sehingga cabang-cabangnya tidak semestinya bersentuhan. Perakaran jati juga tidak tahan bersaing dengan perakaran tanaman lain. Dengan demikian, serasah tanah cenderung tidak banyak. Tanpa banyak tutupan tumbuhan pada lantai hutan, lapisan tanah teratas lebih mudah terbawa oleh aliran air dan tiupan angin.
Untunglah, hutan jati berkembang dengan sejumlah tanaman yang lebih beragam. Di dalam hutan jati, kita dapat menemukan bungur (Lagerstroemia speciosa), dlingsem (Homalium tomentosum), dluwak (Grewia paniculata), katamaka (Kleinhovia hospita), kemloko (Phyllanthus emblica), kepuh (Sterculia foetida), kesambi (Schleichera oleosa), laban (Vitex pubscens), ploso (Butea monosperma), serut (Streblus asper), trengguli (Cassia fistula), winong (Tetrameles nudflora), dan lain-lain. Lamtoro (Leucenia leucocephalla) dan akasia (Acacia villosa) pun ditanam sebagai tanaman sela untuk menahan erosi tanah dan menambah kesuburan tanah.
Daerah Gunung Kidul, Yogyakarta, yang gersang dan rusak parah sebelum 1978, ternyata berhasil diselamatkan dengan pola penanaman campuran jati dan jenis-jenis lain ini. Dalam selang waktu hampir 30 tahun, lebih dari 60% lahan rusak dapat diubah menjadi lahan yang menghasilkan. Penduduk setempat paling banyak memilih menanam jati di lahan mereka karena melihat nilai manfaatnya, cara tanamnya yang mudah, dan harga jual kayunya yang tinggi. Mereka mencampurkan penanaman jati di kebun dan pekarangan mereka dengan mahoni (Swietenia mahogany), akasia (Acacia villosa), dan sonokeling (Dalbergia latifolia).
Daerah Gunung Kidul kini berubah menjadi lahan hijau yang berhawa lebih sejuk dan memiliki keragaman hayati yang lebih tinggi. Perubahan lingkungan itu telah mengundang banyak satwa untuk singgah, terutama burung —satwa yang kerap dijadikan penanda kesehatan suatu lingkungan. Selain itu, kekayaan lahan ini sekaligus menjadi cadangan sumberdaya untuk masa depan.
• Fungsi sosial Banyak lahan hutan jati di Jawa, baik yang dikukuhkan sebagai hutan produksi maupun hutan non-produksi, memberikan layanan sebagai pusat penelitian dan pendidikan, pusat pemantauan alam, tempat berekreasi dan pariwisata, serta sumber pengembangan budaya. Yang mungkin paling menarik untuk dikunjungi adalah Monumen Gubug Payung di Cepu, Blora, Jawa Tengah. Tempat ini merupakan museum hidup dari pepohonan jati yang berusia lebih dari seabad, setinggi rata-rata di atas 39 meter dan berdiameter rata-rata 89 sentimeter.
Kita dapat menikmati pemandangan hutan dari ketinggian dengan menumpang loko "Bahagia". Di sini, kita juga dapat meninjau Arboretum Jati; hutan buatan dengan koleksi 32 jenis pohon jati yang tumbuh di seluruh Indonesia. Ada juga Puslitbang Cepu yang mengembangkan bibit jati unggul yang dikenal sebagai JPP (Jati Plus Perhutani). Pengunjung boleh membeli sapihan jati dan menanamnya sendiri di sini. Pengelola kemudian akan merawat dan menamai pohon itu sesuai dengan nama pengunjung bersangkutan. Selain jati Tectona grandis yang diuraikan di atas, ada dua genus Tectona lain ,yaitu: * Jati Dahat (Dahat Teak, Tectona hamiltoniana), sejenis jati endemik di Myanmar, yang kini sudah langka dan terancam kepunahan. * Jati Filipina (Philippine Teak, Tectona philippinensis), jati endemik dari Filipina; juga terancam kepunahan. Dalam perdagangan, sering terjadi kerancuan penamaan kayu sehingga ada jenis kayu yang bukan termasuk keluarga Jati tetapi memiliki nama jati, seperti: * Jati sabrang atau sungkai (Peronema canescens)
* Jati putih (Gmelina arborea)
* Jati pasir (Guettarda speciosa)
Sebagian jenis kayu sangat rapuh dan mudah dimakan rayap, sebagian lainnya cukup keras dan dihindarkan rayap. Berbagai jenis kayu yang sering diolah menjadi perlengkapan sebuah rumah (rangka atrocap, kusen, daun pintu-jendela, lantai parket dan furnitur) adalah jati, bayam, meranti, merbau, nyatoh, dan kamper.
Jati termasuk jenis kayu yang keras dan awet sehingga sangat baik dipergunakan sebagai kusen. Selain itu, tampilan uratnya begitu menawan sehingga kayu jenis ini pun banyak diolah menjadi perangkat furnitur.
Sedangkan kayu jenis bayam yang cukup keras, namun tidak memiliki penampilan (urat) yang indah, sering dipakai sebagai rangka atap saja.
Ada sejenis kayu yang sangat keras, yakni kayu ulin. Saking kerasnya, jenis kayu yang banyak terdapat di daerah Sumatera bagian selatan ini disebut juga kayu besi.
Kayu mindi atau geringging yang banyak ditanam di daerah tropis dan sub tropis, tergolong kelas kuat III-II, setara dengan mahoni, sungkai, meranti merah dan kelas awet IV. Kayu ini berwarna merah kecoklatan Kayu mindi sudah terbukti baik sebagai bahan baku mebel dan parket.
Kayu yang telah diolah menjadi papan serat (multipleks) biasanya dibuat menjadi lemari atau perangkat furnitur lainnya. Multipleks adalah produk industri yang dibuat dari lempengan-lempengan kayu yang dipres dan disatukan membentuk lembaran besar dan diberi lapisan lembaran halus di kedua sisinya dengan sistem perekatan. Ideal untuk furnitur karena dapat diselesaikan dengan berbagai sistem pengecatan warna-warni bervariasi.
Parket ialah lembaran kayu berbentuk persegi yang juga disebut ubin kayu, karena berfungsi sama seperti ubin/keramik lantai (juga dalam berbagai ukuran). Produk ini berupa lempengan-lempengan papan kecil yang disatukan melalui sistem penyambungan yang akurat, perekatan yang kuat. Dipasang sebagai ubin lantai dengan bantuan perekat khusus dan penyelesaiannya berupa laminasi melamin yang mengilap. Untuk lantai parket umumnya dipergunakan kayu yang berserat halus dengan tampilan guratan urat kayu yang indah. Karena itu, lantai parket memerlukan penyelesaian melamin yang tepat untuk menonjolkan ciri khas utama material kayu ini.
Material kayu sangat membutuhkan perhatian dan perawatan yang baik dan tepat dan sebaiknya dihindarkan dari kelembaban dan air (basa
SENTANG
Produk kecantikan
setempat atau pondasi dinding menerus dari bahan pasangan batu atau beton. Pemasangan kolom kayu selain memerlukan jangkar (anchor) ke pondasi
http://henifebrimayenti.blogspot.my/2011/10/mengenal-kayu-teknik-bahan-1.html
Heni Febri Mayenti
BAB 1
PENDAHULUAN
1.LATAR BELAKANG
Gambar: Pola lapisan pada permukaan kayu
Kayu adalah bagian batang atau cabang serta ranting tumbuhan yang mengeras karena mengalami lignifikasi (pengayuan).
Kayu digunakan untuk berbagai keperluan, mulai dari memasak, membuat perabot (meja, kursi), bahan bangunan (pintu, jendela, rangka atap), bahan kertas, dan banyak lagi. Kayu juga dapat dimanfaatkan sebagai hiasan-hiasan rumah tangga dan sebagainya.
Penyebab terbentuknya kayu adalah akibat akumulasi selulosa dan lignin pada dinding sel berbagai jaringan di batang.
Ilmu perkayuan (dendrologi) mempelajari berbagai aspek mengenai klasifikasi kayu serta sifat kimia, fisika, dan mekanika kayu dalam berbagai kondisi penanganan.
2.RUMUSAN MASALAH
- Bagaimana bentuk dari bagian-bagian kayu?
- Apakah jenis-jenis kayu?
- Bagaimana sistem struktur dan sambungan dalam konstruksi kayu?
3.TUJUAN
Memahami lebih jauh jenis kayu,cara perawatannya, penggunaannya dalam struktur pembangunan yang sesuai dengan sistem struktur yang benar.
BAB
PEMBAHASAN
1.MENGENAL KAYU
Bagian-bagian Kayu
Pengunaan Kayu
Perkembangan penggunaan kayu ada yang digunakan sebagai non struktur dan ada yang digunakan sebagai struktur. Struktur bangunan kayu dari masa yang lalu sampai masa sekarang, termasuk sistem-sistem bangunan industri sudah berkembang dari tahun ke tahun sampAi saat ini. Tidak ada konstruksi bangunan lain yang dapat diperhatikan perkembangannya secara terus menerus dari permulaan sampai sekarang selain gambar pertukangan dengan tangan hingga cars masinal modern. Dalam hubungan ini konstruksi bangunan kayu adalah bentuk dasar (prototype) suatu bangunan pre-fabricated dan bangunann rangka.
Konstruksi bangunan kayu kita bagi atas dua golongan menurut pembangunannya yaitu :
- Konstruksi rangka-rangka tersusun dengan pembangunan konstruksi dinding setingkat demi setingkat berkonstruksi biasanya dengan balok -balok.
- Konstruksi rangka-rangka terusan dengan pembangunan konstruksi dinding dengan tiang-tiang yang menembus melalui semua ingkat bagngunan berkonstruksi biasanya dengan papan.
Konstruksi rangka rangka tersusun yang tradisional.
kasau
tambahan kasau miring
peran dinding
balok loteng
tiang
palang
bantalan
tiang sudut
kuda-kuda penopang
ambang jendela
balok loteng ekor
Menurut Kelas Keawetan
Balai penyelidikan Kehotanan Bogor telah mengklasifikasi kayu di Indonesia dalam 5 kelas keawetyan berdasarkan kriteria:
* Pengaruh kelembaban/kayu diletakkan di tempat yang lembab
* Pengaruh iklim dan panas matahari tetapi terlindung terhadap pengartuh air
* Pengaruh iklim, tetapi terlindung terhadap panas matahari
* Terlindungi dan terawat baik
* Pengaruh rayap dan serangga lainnya.
* Pengaruh kelembaban/kayu diletakkan di tempat yang lembab
* Pengaruh iklim dan panas matahari tetapi terlindung terhadap pengartuh air
* Pengaruh iklim, tetapi terlindung terhadap panas matahari
* Terlindungi dan terawat baik
* Pengaruh rayap dan serangga lainnya.
Klasifikasi Kayu berdasar kel;as keawetan dan kekuatan:
Kelas 1 dan 2, Untuk bangunan-bangunan heavyduty , yang selalu berhubungan dengan tanah yang lembab, angin atau panas matahari. Kayu yang termasuk jenis ini antara lain: Jati, Merbau, bangkirai (Meranti Telur)
Kelas 3: Untuk bangunan dan perabot dalam naungan atap yang tidak berhubungan dengan tanah dan lembab. Antara lain :Kamfer, Keruing.
Kelas 4: Untuk bangunan dan perabot ringan dalam naungan atap. Misal:Meranti, Suren (Surian)
Kelas 5: Untu8k pekerjaan sementara / non permanent, seperti untuk papan bekisting, perancah ataupun peti.
Kelas 1 dan 2, Untuk bangunan-bangunan heavyduty , yang selalu berhubungan dengan tanah yang lembab, angin atau panas matahari. Kayu yang termasuk jenis ini antara lain: Jati, Merbau, bangkirai (Meranti Telur)
Kelas 3: Untuk bangunan dan perabot dalam naungan atap yang tidak berhubungan dengan tanah dan lembab. Antara lain :Kamfer, Keruing.
Kelas 4: Untuk bangunan dan perabot ringan dalam naungan atap. Misal:Meranti, Suren (Surian)
Kelas 5: Untu8k pekerjaan sementara / non permanent, seperti untuk papan bekisting, perancah ataupun peti.
Kayu Jati, Sejak jaman penjajahan Hindia Belanda, jenis kayu Jati telah menjadi primadona dalam penggunaan kayu. Warna kayu ini adalah coklat muda / kekuningan. Bila telah lama dapat berubah menjadi lebih cokelat.
Termasuk dalam kelas kekuatan I. Kelas keawetan I dan kelas pemakaian I.
Kayu ini sangat tahan terhadap serangan rayap dan lembab. Kayu teras jati berwarna coklat muda, coklat kelabu hingga coklat merah tua.
Kayu jati sangat bagus bila diekspos texturnya hingga disukai untuk membuat furniture dan ukir-ukiran. Kayu yang diampelas halus memiliki permukaan yang licin dan agak mengkilat. Pola-pola lingkaran tahun pada kayu teras nampak jelas, sehingga menghasilkan texture yang indah.
Karena keistimewaan tersebut seperti kehalusan tekstur dan keindahan warna kayunya, jati digolongkan sebagai kayu mewah. Oleh karena itu, jati banyak diolah menjadi mebel taman, mebel interior, kerajinan, panel, dan anak tangga yang berkelas.
Sekalipun relatif mudah diolah, jati terkenal sangat kuat dan awet, serta tidak mudah berubah bentuk oleh perubahan cuaca. Atas alasan itulah, kayu jati digunakan juga sebagai bahan dok pelabuhan, bantalan rel, jembatan, kapal niaga, dan kapal perang. Tukang kayu di Eropa pada abad ke-19 konon meminta upah tambahan jika harus mengolah jati. Ini karena kayu jati sedemikian keras hingga mampu menumpulkan perkakas dan menyita tenaga mereka. Navigasi maritim Inggris bahkan merekomendasikan untuk menghindari kapal jung Tiongkok yang terbuat dari jati karena dapat merusak baja kapal marinir Inggris jika berbenturan.
Pada abad ke-17, tercatat masyarakat Sulawesi Selatan menggunakan akar jati sebagai penghasil pewarna kuning dan kuning coklat alami untuk barang anyaman mereka. Di Jawa Timur, masyarakat Pulau Bawean menyeduh daun jati untuk menghasilkan bahan pewarna coklat merah alami. Orang Lamongan memilih menyeduh tumbukan daun mudanya. Sementara itu, orang Pulau Madura mencampurkan tumbukan daun jati dengan asam jawa. Pada masa itu, pengidap penyakit kolera pun dianjurkan untuk meminum seduhan kayu dan daun jati yang pahit sebagai penawar sakit.
Jati burma sedikit lebih kuat dibandingkan jati jawa. Namun, di Indonesia sendiri, jati jawa menjadi primadona. Tekstur jati jawa lebih halus dan kayunya lebih kuat dibandingkan jati dari daerah lain di negeri ini. Produk-produk ekspor yang disebut berbahan java teak (jati jawa, khususnya dari Jawa Tengah dan Jawa Timur) sangat terkenal dan diburu oleh para kolektor di luar negeri.
Menurut sifat-sifat kayunya, di Jawa orang mengenal beberapa jenis jati (Mahfudz dkk., t.t.):
Termasuk dalam kelas kekuatan I. Kelas keawetan I dan kelas pemakaian I.
Kayu ini sangat tahan terhadap serangan rayap dan lembab. Kayu teras jati berwarna coklat muda, coklat kelabu hingga coklat merah tua.
Kayu jati sangat bagus bila diekspos texturnya hingga disukai untuk membuat furniture dan ukir-ukiran. Kayu yang diampelas halus memiliki permukaan yang licin dan agak mengkilat. Pola-pola lingkaran tahun pada kayu teras nampak jelas, sehingga menghasilkan texture yang indah.
Karena keistimewaan tersebut seperti kehalusan tekstur dan keindahan warna kayunya, jati digolongkan sebagai kayu mewah. Oleh karena itu, jati banyak diolah menjadi mebel taman, mebel interior, kerajinan, panel, dan anak tangga yang berkelas.
Sekalipun relatif mudah diolah, jati terkenal sangat kuat dan awet, serta tidak mudah berubah bentuk oleh perubahan cuaca. Atas alasan itulah, kayu jati digunakan juga sebagai bahan dok pelabuhan, bantalan rel, jembatan, kapal niaga, dan kapal perang. Tukang kayu di Eropa pada abad ke-19 konon meminta upah tambahan jika harus mengolah jati. Ini karena kayu jati sedemikian keras hingga mampu menumpulkan perkakas dan menyita tenaga mereka. Navigasi maritim Inggris bahkan merekomendasikan untuk menghindari kapal jung Tiongkok yang terbuat dari jati karena dapat merusak baja kapal marinir Inggris jika berbenturan.
Pada abad ke-17, tercatat masyarakat Sulawesi Selatan menggunakan akar jati sebagai penghasil pewarna kuning dan kuning coklat alami untuk barang anyaman mereka. Di Jawa Timur, masyarakat Pulau Bawean menyeduh daun jati untuk menghasilkan bahan pewarna coklat merah alami. Orang Lamongan memilih menyeduh tumbukan daun mudanya. Sementara itu, orang Pulau Madura mencampurkan tumbukan daun jati dengan asam jawa. Pada masa itu, pengidap penyakit kolera pun dianjurkan untuk meminum seduhan kayu dan daun jati yang pahit sebagai penawar sakit.
Jati burma sedikit lebih kuat dibandingkan jati jawa. Namun, di Indonesia sendiri, jati jawa menjadi primadona. Tekstur jati jawa lebih halus dan kayunya lebih kuat dibandingkan jati dari daerah lain di negeri ini. Produk-produk ekspor yang disebut berbahan java teak (jati jawa, khususnya dari Jawa Tengah dan Jawa Timur) sangat terkenal dan diburu oleh para kolektor di luar negeri.
Menurut sifat-sifat kayunya, di Jawa orang mengenal beberapa jenis jati (Mahfudz dkk., t.t.):
1. Jati lengo atau jati malam, memiliki kayu yang keras, berat, terasa halus bila diraba dan seperti mengandung minyak (Jw.: lengo, minyak; malam, lilin). Berwarna gelap, banyak berbercak dan bergaris.
2. Jati sungu. Hitam, padat dan berat (Jw.: sungu, tanduk).
3. Jati werut, dengan kayu yang keras dan serat berombak.
4. Jati doreng, berkayu sangat keras dengan warna loreng-loreng hitam menyala.
5. Jati kembang.
6. Jati kapur, serat kayunya berwarna keputih-putihan karena mengandung banyak kapur. Bersifat agak getas, kurang kuat dan kurang awet.
Kayu jati mengandung semacam minyak dan endapan di dalam sel-sel kayunya, sehingga dapat awet digunakan di tempat terbuka meski tanpa divernis; apalagi bila dipakai di bawah naungan atap.
Jati sejak lama digunakan sebagai bahan baku pembuatan kapal laut, termasuk kapal-kapal VOC yang melayari samudera di abad ke-17. Juga dalam konstruksi berat seperti jembatan dan bantalan rel.
Di dalam rumah, selain dimanfaatkan sebagai bahan baku furniture, kayu jati digunakan pula dalam struktur bangunan. Rumah-rumah tradisional Jawa, seperti rumah joglo Jawa Tengah, menggunakan kayu jati di hampir semua bagiannya: tiang-tiang, rangka atap, hingga ke dinding-dinding berukir.
Dalam industri kayu sekarang, jati diolah menjadi venir (veneer) untuk melapisi wajah kayu lapis mahal; serta dijadikan keping-keping parket (parquet) penutup lantai. Selain itu juga diekspor ke mancanegara dalam bentuk furniture outdoor.
Ranting-ranting jati yang tak lagi dapat dimanfaatkan untuk mebel, dimanfaatkan sebagai kayu bakar kelas satu. Kayu jati menghasilkan panas yang tinggi, sehingga dulu digunakan sebagai bahan bakar lokomotif uap.
Sebagian besar kebutuhan kayu jati dunia dipasok oleh Indonesia dan Myanmar. Fungsi ekonomis hutan jati jawa: hasil hutan kayu
Hutan Jati memiliki populasi terbanyak di Pulau Jawa, sehingga memiliki nilai ekonomis, ekologis, dan sosial yang penting.
Kayu jati jawa telah dimanfaatkan sejak jaman Kerajaan Majapahit. Jati terutama dipakai untuk membangun rumah dan alat pertanian. Sampai dengan masa Perang Dunia Kedua, orang Jawa pada umumnya hanya mengenal kayu jati sebagai bahan bangunan. Kayu-kayu bukan jati disebut 'kayu tahun'. Artinya, kayu yang keawetannya untuk beberapa tahun saja.
Selain itu, jati digunakan dalam membangun kapal-kapal niaga dan kapal-kapal perang. Beberapa daerah yang berdekatan dengan hutan jati di pantai utara Jawa pun pernah menjadi pusat galangan kapal, seperti Tegal, Juwana, Tuban, dan Pasuruan. Namun, galang kapal terbesar dan paling kenal berada di Jepara dan Rembang, sebagaimana dicatat oleh petualang Tomé Pires pada awal abad ke-16.
VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie, Kompeni Hindia Timur Belanda) bahkan sedemikian tertarik pada "emas hijau" ini hingga berkeras mendirikan loji pertama mereka di Pulau Jawa —tepatnya di Jepara— pada 1651. VOC juga memperjuangkan izin berdagang jati melalui Semarang, Jepara, dan Surabaya. Ini karena mereka menganggap perdagangan jati akan jauh lebih menguntungkan daripada perdagangan rempah-rempah dunia yang saat itu sedang mencapai puncak keemasannya.
Di pertengahan abad ke-18, VOC telah mampu menebang jati secara lebih modern. Dan, sebagai imbalan bantuan militer mereka kepada Kerajaan Mataram di awal abad ke-19, VOC juga diberikan izin untuk menebang lahan hutan jati yang luas.
VOC lantas mewajibkan para pemuka bumiputera untuk menyerahkan kayu jati kepada VOC dalam jumlah tertentu yang besar. Melalui sistem blandong, para pemuka bumiputera ini membebankan penebangan kepada rakyat di sekitar hutan. Sebagai imbalannya, rakyat dibebaskan dari kewajiban pajak lain. Jadi, sistem blandong tersebut merupakan sebentuk kerja paksa.
VOC kemudian memboyong pulang gelondongan jati jawa ke Amsterdam dan Rotterdam. Kedua kota pelabuhan terakhir ini pun berkembang menjadi pusat-pusat industri kapal kelas dunia.
Di pantai utara Jawa sendiri, galangan-galangan kapal Jepara dan Rembang tetap sibuk hingga pertengahan abad ke-19. Mereka gulung tikar hanya setelah banyak pengusaha perkapalan keturunan Arab lebih memilih tinggal di Surabaya. Lagipula, saat itu kapal lebih banyak dibuat dari logam dan tidak banyak bergantung pada bahan kayu.
2. Jati sungu. Hitam, padat dan berat (Jw.: sungu, tanduk).
3. Jati werut, dengan kayu yang keras dan serat berombak.
4. Jati doreng, berkayu sangat keras dengan warna loreng-loreng hitam menyala.
5. Jati kembang.
6. Jati kapur, serat kayunya berwarna keputih-putihan karena mengandung banyak kapur. Bersifat agak getas, kurang kuat dan kurang awet.
Kayu jati mengandung semacam minyak dan endapan di dalam sel-sel kayunya, sehingga dapat awet digunakan di tempat terbuka meski tanpa divernis; apalagi bila dipakai di bawah naungan atap.
Jati sejak lama digunakan sebagai bahan baku pembuatan kapal laut, termasuk kapal-kapal VOC yang melayari samudera di abad ke-17. Juga dalam konstruksi berat seperti jembatan dan bantalan rel.
Di dalam rumah, selain dimanfaatkan sebagai bahan baku furniture, kayu jati digunakan pula dalam struktur bangunan. Rumah-rumah tradisional Jawa, seperti rumah joglo Jawa Tengah, menggunakan kayu jati di hampir semua bagiannya: tiang-tiang, rangka atap, hingga ke dinding-dinding berukir.
Dalam industri kayu sekarang, jati diolah menjadi venir (veneer) untuk melapisi wajah kayu lapis mahal; serta dijadikan keping-keping parket (parquet) penutup lantai. Selain itu juga diekspor ke mancanegara dalam bentuk furniture outdoor.
Ranting-ranting jati yang tak lagi dapat dimanfaatkan untuk mebel, dimanfaatkan sebagai kayu bakar kelas satu. Kayu jati menghasilkan panas yang tinggi, sehingga dulu digunakan sebagai bahan bakar lokomotif uap.
Sebagian besar kebutuhan kayu jati dunia dipasok oleh Indonesia dan Myanmar. Fungsi ekonomis hutan jati jawa: hasil hutan kayu
Hutan Jati memiliki populasi terbanyak di Pulau Jawa, sehingga memiliki nilai ekonomis, ekologis, dan sosial yang penting.
Kayu jati jawa telah dimanfaatkan sejak jaman Kerajaan Majapahit. Jati terutama dipakai untuk membangun rumah dan alat pertanian. Sampai dengan masa Perang Dunia Kedua, orang Jawa pada umumnya hanya mengenal kayu jati sebagai bahan bangunan. Kayu-kayu bukan jati disebut 'kayu tahun'. Artinya, kayu yang keawetannya untuk beberapa tahun saja.
Selain itu, jati digunakan dalam membangun kapal-kapal niaga dan kapal-kapal perang. Beberapa daerah yang berdekatan dengan hutan jati di pantai utara Jawa pun pernah menjadi pusat galangan kapal, seperti Tegal, Juwana, Tuban, dan Pasuruan. Namun, galang kapal terbesar dan paling kenal berada di Jepara dan Rembang, sebagaimana dicatat oleh petualang Tomé Pires pada awal abad ke-16.
VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie, Kompeni Hindia Timur Belanda) bahkan sedemikian tertarik pada "emas hijau" ini hingga berkeras mendirikan loji pertama mereka di Pulau Jawa —tepatnya di Jepara— pada 1651. VOC juga memperjuangkan izin berdagang jati melalui Semarang, Jepara, dan Surabaya. Ini karena mereka menganggap perdagangan jati akan jauh lebih menguntungkan daripada perdagangan rempah-rempah dunia yang saat itu sedang mencapai puncak keemasannya.
Di pertengahan abad ke-18, VOC telah mampu menebang jati secara lebih modern. Dan, sebagai imbalan bantuan militer mereka kepada Kerajaan Mataram di awal abad ke-19, VOC juga diberikan izin untuk menebang lahan hutan jati yang luas.
VOC lantas mewajibkan para pemuka bumiputera untuk menyerahkan kayu jati kepada VOC dalam jumlah tertentu yang besar. Melalui sistem blandong, para pemuka bumiputera ini membebankan penebangan kepada rakyat di sekitar hutan. Sebagai imbalannya, rakyat dibebaskan dari kewajiban pajak lain. Jadi, sistem blandong tersebut merupakan sebentuk kerja paksa.
VOC kemudian memboyong pulang gelondongan jati jawa ke Amsterdam dan Rotterdam. Kedua kota pelabuhan terakhir ini pun berkembang menjadi pusat-pusat industri kapal kelas dunia.
Di pantai utara Jawa sendiri, galangan-galangan kapal Jepara dan Rembang tetap sibuk hingga pertengahan abad ke-19. Mereka gulung tikar hanya setelah banyak pengusaha perkapalan keturunan Arab lebih memilih tinggal di Surabaya. Lagipula, saat itu kapal lebih banyak dibuat dari logam dan tidak banyak bergantung pada bahan kayu.
Namun, pascakemerdekaan negeri ini, jati jawa masih sangat menguntungkan. Produksi jati selama periode emas 1984-1988 mencapai 800.000 m3/tahun. Ekspor kayu gelondongan jati pada 1989 mencapai 46.000 m3, dengan harga jual dasar 640 USD/m3. Pada 1990, ekspor gelondongan jati dilarang oleh pemerintah karena kebutuhan industri kehutanan di dalam negeri yang melonjak. Sekalipun demikian, Perhutani mencatat bahwa sekitar 80% pendapatan mereka dari penjualan semua jenis kayu pada 1999 berasal dari penjualan gelondongan jati di dalam negeri. Pada masa yang sama, sekitar 89% pendapatan Perhutani dari ekspor produk kayu berasal dari produk-produk jati, terutama yang berbentuk garden furniture (mebel taman).
Manfaat yang lain
Daun jati dimanfaatkan secara tradisional di Jawa sebagai pembungkus, termasuk pembungkus makanan. Nasi yang dibungkus dengan daun jati terasa lebih nikmat. Contohnya adalah nasi jamblang yang terkenal dari daerah Jamblang, Cirebon. Daun jati juga banyak digunakan di Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur sebagai pembungkus tempe. Berbagai jenis serangga hama jati juga sering dimanfaatkan sebagai bahan makanan orang desa. Dua di antaranya adalah belalang jati (Jw. walang kayu), yang besar berwarna kecoklatan, dan ulat-jati (Endoclita). Ulat jati bahkan kerap dianggap makanan istimewa karena lezatnya. Ulat ini dikumpulkan menjelang musim hujan, di pagi hari ketika ulat-ulat itu bergelantungan turun dari pohon untuk mencari tempat untuk membentuk kepompong (Jw. ungkrung). Kepompong ulat jati pun turut dikumpulkan dan dimakan. Fungsi ekonomis lain dari hutan jati jawa Jika berkunjung ke hutan-hutan jati di Jawa, kita akan melihat bahwa kawasan-kawasan itu memiliki fungsi ekonomis lain di samping menghasilkan kayu jati. Banyak pesanggem (petani) yang hidup di desa hutan jati memanfaatkan kulit pohon jati sebagai bahan dinding rumah mereka. Daun jati, yang lebar berbulu dan gugur di musim kemarau itu, mereka pakai sebagai pembungkus makanan dan barang. Cabang dan ranting jati menjadi bahan bakar bagi banyak rumah tangga di desa hutan jati. Hutan jati terutama menyediakan lahan garapan. Di sela-sela pepohonan jati, para petani menanam palawija berbanjar-banjar. Dari hutan jati sendiri, mereka dapat memperoleh penghasilan tambahan berupa madu, sejumlah sumber makanan berkarbohidrat, dan obat-obatan. Makanan pengganti nasi yang tumbuh di hutan jati misalnya adalah gadung (Dioscorea hispida) dan uwi (Dioscorea alata). Bahkan, masyarakat desa hutan jati juga memanfaatkan iles-iles (Ammorphophallus) pada saat paceklik. Tumbuhan obat-obatan tradisional seperti kencur (Alpina longa), kunyit (Curcuma domestica), jahe (Zingiber officinale), dan temu lawak (Curcuma longa) tumbuh di kawasan hutan ini.
Pohon jati juga menghasilkan bergugus-gugus bunga keputihan yang merekah tak lama setelah fajar. Masa penyerbukan bunga jati yang terbaik terjadi di sekitar tengah hati —setiap bunga hidup hanya sepanjang satu hari. Penyerbukan bunga dilakukan oleh banyak serangga, tetapi terutama oleh jenis-jenis lebah. Oleh karena itu, penduduk juga sering dapat memanen madu lebah dari hutan-hutan jati.
Masyarakat desa hutan jati di Jawa juga biasa memelihara ternak seperti kerbau, sapi, dan kambing. Jenis ternak tersebut memerlukan rumput-rumputan sebagai pakan. Walaupun para petani kadang akan mudah mendapatkan rerumputan di sawah atau tegal, mereka lebih banyak memanfaatkan lahan hutan sebagai sumber penghasil makanan ternak. Dengan melepaskan begitu saja ternak ke dalam hutan, ternak akan mendapatkan beragam jenis pakan yang diperlukan. Waktu yang tidak dipergunakan oleh keluarga petani untuk mengumpulkan rerumputan dapat dimanfaatkan untuk kegiatan lainnya.
Fungsi non-ekonomis hutan jati jawa
Pada 2003, sekitar 76% lahan hutan jati Perhutani di Jawa dikukuhkan sebagai hutan produksi, yaitu kawasan hutan dengan fungsi pokok memproduksi hasil hutan (terutama kayu). Hanya kurang dari 24% hutan jati Perhutani dikukuhkan sebagai hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, dan cagar alam.
Mengingat lahannya yang relatif cukup luas, hutan jati dipandang memiliki fungsi-fungsi non-ekonomis yang penting. Fungsi-fungsi non-ekonomis tersebut adalah sebagai berikut: • Fungsi penyangga ekosistem Tajuk pepohonan dalam hutan jati akan menyerap dan menguraikan zat-zat pencemar (polutan) dan cahaya yang berlebihan. Tajuk hutan itu pun melakukan proses fotosintesis yang menyerap karbondioksida dari udara dan melepaskan kembali oksigen dan uap air ke udara. Semua ini membantu menjaga kestabilan iklim di dalam dan sekitar hutan. Hutan jati pun ikut mendukung kesuburan tanah. Ini karena akar pepohonan dalam hutan jati tumbuh melebar dan mendalam. Pertumbuhan akar ini akan membantu menggemburkan tanah, sehingga memudahkan air dan udara masuk ke dalamnya. Tajuk (mahkota hijau) pepohonan dan tumbuhan bawah dalam hutan jati akan menghasilkan serasah, yaitu jatuhan ranting, buah, dan bunga dari tumbuhan yang menutupi permukaan tanah hutan. Serasah menjadi bahan dasar untuk menghasilkan humus tanah. Berbagai mikroorganisme hidup berlindung dan berkembang dalam serasah ini. Uniknya, mikroorganisme itu juga yang akan memakan dan mengurai serasah menjadi humus tanah. Serasah pun membantu meredam entakan air hujan sehingga melindungi tanah dari erosi oleh air.
• Fungsi biologis Jika hutan jati berbentuk hutan murni —sehingga lebih seperti 'kebun' jati— erosi tanah justru akan lebih besar terjadi. Tajuk jati rakus cahaya matahari sehingga cabang-cabangnya tidak semestinya bersentuhan. Perakaran jati juga tidak tahan bersaing dengan perakaran tanaman lain. Dengan demikian, serasah tanah cenderung tidak banyak. Tanpa banyak tutupan tumbuhan pada lantai hutan, lapisan tanah teratas lebih mudah terbawa oleh aliran air dan tiupan angin.
Untunglah, hutan jati berkembang dengan sejumlah tanaman yang lebih beragam. Di dalam hutan jati, kita dapat menemukan bungur (Lagerstroemia speciosa), dlingsem (Homalium tomentosum), dluwak (Grewia paniculata), katamaka (Kleinhovia hospita), kemloko (Phyllanthus emblica), kepuh (Sterculia foetida), kesambi (Schleichera oleosa), laban (Vitex pubscens), ploso (Butea monosperma), serut (Streblus asper), trengguli (Cassia fistula), winong (Tetrameles nudflora), dan lain-lain. Lamtoro (Leucenia leucocephalla) dan akasia (Acacia villosa) pun ditanam sebagai tanaman sela untuk menahan erosi tanah dan menambah kesuburan tanah.
Daerah Gunung Kidul, Yogyakarta, yang gersang dan rusak parah sebelum 1978, ternyata berhasil diselamatkan dengan pola penanaman campuran jati dan jenis-jenis lain ini. Dalam selang waktu hampir 30 tahun, lebih dari 60% lahan rusak dapat diubah menjadi lahan yang menghasilkan. Penduduk setempat paling banyak memilih menanam jati di lahan mereka karena melihat nilai manfaatnya, cara tanamnya yang mudah, dan harga jual kayunya yang tinggi. Mereka mencampurkan penanaman jati di kebun dan pekarangan mereka dengan mahoni (Swietenia mahogany), akasia (Acacia villosa), dan sonokeling (Dalbergia latifolia).
Daerah Gunung Kidul kini berubah menjadi lahan hijau yang berhawa lebih sejuk dan memiliki keragaman hayati yang lebih tinggi. Perubahan lingkungan itu telah mengundang banyak satwa untuk singgah, terutama burung —satwa yang kerap dijadikan penanda kesehatan suatu lingkungan. Selain itu, kekayaan lahan ini sekaligus menjadi cadangan sumberdaya untuk masa depan.
• Fungsi sosial Banyak lahan hutan jati di Jawa, baik yang dikukuhkan sebagai hutan produksi maupun hutan non-produksi, memberikan layanan sebagai pusat penelitian dan pendidikan, pusat pemantauan alam, tempat berekreasi dan pariwisata, serta sumber pengembangan budaya. Yang mungkin paling menarik untuk dikunjungi adalah Monumen Gubug Payung di Cepu, Blora, Jawa Tengah. Tempat ini merupakan museum hidup dari pepohonan jati yang berusia lebih dari seabad, setinggi rata-rata di atas 39 meter dan berdiameter rata-rata 89 sentimeter.
Kita dapat menikmati pemandangan hutan dari ketinggian dengan menumpang loko "Bahagia". Di sini, kita juga dapat meninjau Arboretum Jati; hutan buatan dengan koleksi 32 jenis pohon jati yang tumbuh di seluruh Indonesia. Ada juga Puslitbang Cepu yang mengembangkan bibit jati unggul yang dikenal sebagai JPP (Jati Plus Perhutani). Pengunjung boleh membeli sapihan jati dan menanamnya sendiri di sini. Pengelola kemudian akan merawat dan menamai pohon itu sesuai dengan nama pengunjung bersangkutan. Selain jati Tectona grandis yang diuraikan di atas, ada dua genus Tectona lain ,yaitu: * Jati Dahat (Dahat Teak, Tectona hamiltoniana), sejenis jati endemik di Myanmar, yang kini sudah langka dan terancam kepunahan. * Jati Filipina (Philippine Teak, Tectona philippinensis), jati endemik dari Filipina; juga terancam kepunahan. Dalam perdagangan, sering terjadi kerancuan penamaan kayu sehingga ada jenis kayu yang bukan termasuk keluarga Jati tetapi memiliki nama jati, seperti: * Jati sabrang atau sungkai (Peronema canescens)
* Jati putih (Gmelina arborea)
* Jati pasir (Guettarda speciosa)
Mengenal Karakteristik & Fungsi Kayu
Material ini sangat umum, mudah didapatkan di banyak tempat dan paling banyak dipergunakan dalam pembangunan sebuah rumah tinggal. Material ini pun memiliki beragam jenis dengan kelebihan masing-masing.
Penggunaan kayu pada suatu bangunan (rumah) di masyarakat kita sudah turun-temurun dan agaknya merupakan suatu kecintaan pula. Urat kayu yang indah sudah begitu memesona kita, bahkan jauh sebelum masyarakat luas mengenal berbagai variasi finishing yang membuat lebih indah tampilan kayu, semisal kusen dan perangkat perlengkapan rumah lainnya.
Sebagian jenis kayu sangat rapuh dan mudah dimakan rayap, sebagian lainnya cukup keras dan dihindarkan rayap. Berbagai jenis kayu yang sering diolah menjadi perlengkapan sebuah rumah (rangka atrocap, kusen, daun pintu-jendela, lantai parket dan furnitur) adalah jati, bayam, meranti, merbau, nyatoh, dan kamper.
Jati termasuk jenis kayu yang keras dan awet sehingga sangat baik dipergunakan sebagai kusen. Selain itu, tampilan uratnya begitu menawan sehingga kayu jenis ini pun banyak diolah menjadi perangkat furnitur.
Sedangkan kayu jenis bayam yang cukup keras, namun tidak memiliki penampilan (urat) yang indah, sering dipakai sebagai rangka atap saja.
Ada sejenis kayu yang sangat keras, yakni kayu ulin. Saking kerasnya, jenis kayu yang banyak terdapat di daerah Sumatera bagian selatan ini disebut juga kayu besi.
Kayu mindi atau geringging yang banyak ditanam di daerah tropis dan sub tropis, tergolong kelas kuat III-II, setara dengan mahoni, sungkai, meranti merah dan kelas awet IV. Kayu ini berwarna merah kecoklatan Kayu mindi sudah terbukti baik sebagai bahan baku mebel dan parket.
Jenis lain yang juga cukup keras ialah kayu hitam yang sohor di dunia dengan nama kayu ebony. Kayu ebony yang banyak terdapat di bagian timur wilayah Indonesia adalah primadonanya kayu dan banyak diekspor ke mancanegara sehingga harganya pun melonjak tinggi.
Kayu yang telah diolah menjadi papan serat (multipleks) biasanya dibuat menjadi lemari atau perangkat furnitur lainnya. Multipleks adalah produk industri yang dibuat dari lempengan-lempengan kayu yang dipres dan disatukan membentuk lembaran besar dan diberi lapisan lembaran halus di kedua sisinya dengan sistem perekatan. Ideal untuk furnitur karena dapat diselesaikan dengan berbagai sistem pengecatan warna-warni bervariasi.
Parket ialah lembaran kayu berbentuk persegi yang juga disebut ubin kayu, karena berfungsi sama seperti ubin/keramik lantai (juga dalam berbagai ukuran). Produk ini berupa lempengan-lempengan papan kecil yang disatukan melalui sistem penyambungan yang akurat, perekatan yang kuat. Dipasang sebagai ubin lantai dengan bantuan perekat khusus dan penyelesaiannya berupa laminasi melamin yang mengilap. Untuk lantai parket umumnya dipergunakan kayu yang berserat halus dengan tampilan guratan urat kayu yang indah. Karena itu, lantai parket memerlukan penyelesaian melamin yang tepat untuk menonjolkan ciri khas utama material kayu ini.
Material kayu sangat membutuhkan perhatian dan perawatan yang baik dan tepat dan sebaiknya dihindarkan dari kelembaban dan air (basa
2.JENIS-JENIS KAYU
Di pasaran, ada pelbagai jenis perabot kayu direka mengikut kesesuaian kediaman, kegunaan, cuaca dan cita rasa. Pilihan kayu tidak sekadar meranti, kembang semangkok dan jati tetapi meliputi melunak, nyatoh dan sentang.
Malaysian Timber Council (MTC) membahagikan kayu tempayan kepada empat kumpulan, iaitu kayu keras padu ( heavy hardwood ), kayu keras pertengahan ( medium hardwood ), kayu keras ringan ( light hardwood ) dan kayu lembut ( softwood ).
Perbezaan ciri kayu keras dan lembut ditentukan berdasarkan konvesyen biasa botani manakala pengkelasan tiga kumpulan kayu keras dibuat berpandukan kepadatan bandingan kayu yang kandungan kelembapannya mencapai tahap 15 peratus. Begitu pun, syarat ini tidak membabitkan kayu keras pasu yang lebih mengutamakan cari tahan lama.
Kayu merbau misalnya, dikelaskan sebagai kayu keras padu kerana sifat teras kayunya yang tahan lama biarpun kepadatan bandingannya hanya 800 kg/ meter padu.
Kayu kempas pula, sungguhpun mempunyai kepadatan bandingan paling tinggi iaitu 890 kg/ meter padu, ia dianggap kayu keras pertengahan kerana sifatnya yang tidak tahan lasak. Lembaga Perindustrian Kayu Malaysia ( MTIB ) dalam majalah Malaysian Timbers – For Furniture menyatakan daripada sejumlah 3000 spesies kayu-kayan tempatan, Cuma sebilangan dijadikan perabot. Berikut adalah kayu pilihan utama industri pembuatan perabot tempatan.
NYATOH
Jenis : Kayu keras ringan.
Nama Botani : Spesis utama Sapotaceae dikenali sebagai Palaquium spp. (spesis ringan)
Populasi : Ditemui di kawasan bertanah rendah, paya air tawar, paya ganbut dan kawasan pergunungan sebelah Pantai Timur.
Keterangan Am :
- kayu gubalnya agak jelas. Warna teras kayu merah jambu pekat atau coklat kemerahan.
- ira kayu lurus manun jarak antara ira kian rapat hingga bercantum di tengah batang. Turut ditemui ira berombak.
- bertekstur rata dan sedikit kasar.
- keratan rentasnya sangat halus hingga dapat dilihat dengan mata kasar.
Ketahanan : Tahan lama
Kegunaan : Paling elok dibuat perabot. Ia juga sering dijadikan kemasan perhiasan bermutu tinggi dan kabinet, panel, pengadang, kumai, lantai parket, geladak/ dek bot dan venier.
SENTANG
Jenis : Kayu keras ringan.
Nama Botani : Azadirachta excelsa daripada keluarga Meliaceae.
Populasi : Sering ditemui di hutan tanah dan kawasan bukit.
Keterangan Am :
- kayu gubalnya bercorak lebih jelas berbanding teras kayu. Ia berwarna coklat kemerahan.
- ira kayunya berpanca.
- strukturnya yang mirip lingkaran cincin menyebabkan tekstur kayu kasar dan tidak rata.
Ketahanan : Tidak tahan lama
Kegunaan : Dijadikan kayu panyambung untuk membuat rangka, perabot, kemasan, panel, pengadang dan lantai.
KEMBANG SEMANGKOK
Jenis : Kayu keras ringan.
Nama Botani : Scaphium spp daripada spesis keluarga sterculiaceae.
Populasi : Ditemui secara berselerak di hutan tanah rendah. Paling banyak terletak di rabung gunung dan kawasan berpaya.
Keterangan Am :
- kayu gubal dalam pelbagai warna cerah, boleh jadi coklat kekuningan, kuning pucat atau coklat merah.
- ira kayu corak lurus dan berpanca rapat. Tekstur kasar dan tidak rata terbentuk daripada lapisan lebar parankima.
Ketahanan : Agak tahan lama.
Kegunaan : Banyak diguna dalam pembuatan papan lapis perabot dan panel.
MELUNAK
Jenis : Kayu keras ringan.
Nama Botani : Pentace spp dari spesies keluarga Tiliaceae.
Populasi : Didapati berselerak di tanah rendah dan hutan bukit.
Keterangan Am :
- corak kayu gubal jelas. Teras kayu berwarna coklat bercampur merah dengan sedikit merah jambu atau coklat kemerahan.
- ira rapat dan berpanca.
- tekstur agak halus dan rata.
Ketahanan : Agak tahan lama.
Kegunaan : Sesuai untuk pembinaan ringan, kemasan, panel, perabot, lantai, pembinaan bot, perhiasan dalaman dan papan lapis.
MERBAU
Jenis : kayu keras berat.
Nama Botani : Intsia palembanica I. Bijuga dari spesies keluarga Leguminosae.
Populasi : Tersebar secara meluas terutama di kawasan bertanah rendah dan sepanjang sungai.
Keterangan Am : Corak kayu gubal jelas serta berwarna kuning pucat. Teras kayu akan bertukar daripada kekuningan kepada coklat jingga apabila ia berkeadaan segar, bertukar warna lagi kepada coklat atau coklat kemerahan gelap disebabkan perubahan cuaca. Ira berpanca, tekstur kasar dan tidak rata.
Ketahanan : Tahan lasak
Kegunaan : Gelang pertumbyhan dan warna gelapnya menjadikan ia menarik dibuat kemasan terutama untuk panel, lantai parket, kabinet, bingkai pintu dan tingkap serta dijadikan pemegang alat pertukangan dan perabot kegunaan harian.
KAYU LUAR NEGARA
Sungguhpun sukar didapati di pasaran tempatan namun kayu luar negara turut diminati. Biasanya, ia menjadi pilihan golongan kaya kerana harganya mahal selain reka bentuknya yang hanya sesuai untuk sesetengah kediaman.
Kebanyakannya ialah kayu keras daripada pokok berdaun lebar da mudah luruh. Biarppun agak susah dibentuk berbanding kayu lembut, namun ia istimewa kerana isipadu kayunya lebih berat serta mampat, lebih mahal dan tahan lama.
Ada lebih daripada 100 jenis kayu keras namun hanya sebilangan saja yang dibuat perabot. Antara paling diminati ialah:
SENTANG
Dianggap kayu keras paling ulung kerana berciri stabil dan sangat elok dijadikan kemasan perabot. Berwarna coklat kemerahan mewah, keistimewaan utama kayu ini terletak kepada ciri tahan lam namun lembut dan mudah dibentuk. Mahogani keluaran Amerika dan Afrika Selatan didakwa paling bermutu. Lazimnya, ia diguna untuk membuat rangka penyambungan, perabot mewah, panel dan pintu.
JATI
Sifatnya yang tahan lama, menjadikannya ia sebagai bahan asas utama pembikinan kapal, perabot, rangka penyambungan, pane dan venier. Malangnya, ia dikatakan sukar dibentuk, berminyak dan perlu diperkemas menggunakan minyak khas. Banyak ditemui di burma dan Asia Tenggara. Ia hadir dalam dua pilihan warna iaitu coklat gelap dan kemasan.
WALNUT
Bermutu tinggi, senang dibentuk dan diperakui sebagai bahan kemasan bernilai. Ia berguna untuk membuat perabot, panel berukir dan venier. Berat kayunya dari ringan ke sederhana ia menampilkan warna yang pelbagai iaitu colat kekelabuan dan coklat ungu. Ia tumbuh meluas di Utara, Tengah dan Selatan Amerika Syarikat, Eropah dan Barat Daya Asia.
OAK
Dahulunya menjadi asas binaan rumah kediaman dan kapal dagang Britain. Seiring perkembangan masa, kegunaannya mula dipelbagaikan dan kini ia menjadi pilihan utama untuk membuat perabot, rangka penyambungan panel, lantai, pintu dan pagar. Sungguhpun, sangat tahan lasak dan ampuh namun ia berat dan sukar dibentuk. Oak hidup subur di serata Eropah, Jepun dan Amerika serta ditemui dalam pelbagai warna daripada kuning pucat hingga ke kuning kemerahan.
ROSEWOOD
Antara kayu yang berbau wangi, berwarna gelap dan meniliki ira halus, cantik dan mewah serta semakin berseri apabila digilap. Begitu pun, ia sukar dibentuk. Ia menjadi eksport utama Amerika Selatan dan Barat, Tengah serta Selatan India. Rosewood paling dinimati kerana menawarkan permukaan kayu mirip jubin. Jenis yang sering digunakan membuat perabot ialah Mexican rosewood dan tigerwood. Berwatna coklat kekuningan, kayu ini bagaimanapun tidak begitu mendapat perhatian kerana permukaan kasar dan mudah merekah.
3.PENJAGAAN
Perlukan penjagaan rapi kerana kayu sebenarnya berubah mengikut perbezaan cuaca.
Sinaran matahari
Kesan cahaya matahari boleh menjejaskan kayu dan kemasannya. Sinaran ultra boleh menusnahkan keindahan kayu dalam masa beberapa minggu hingga ke bulan. Sinaran ini juga dapat menembusi lemasan panyudah struktur molekul kayu itu sendiri. Dalam hal ini, warnanya akan berubah dengan pantas. Kemasan meratak atau garisan iranya berpisah seperti corak kulit buaya. Jadi, jauhkan perabot ini dari sinaran mataharidan cara terbaik melindunginya ialah dengan memasang bidai atau melengkapi tingkap dengan perlindungan sinaran ultra ungu.
Suhu dan kelembapan
Kedua-dua faktor ini memberi kesan buruk kepada perabot. Sama ada berkemasan atau tidak, kayu akan menyerap apa saja yang ada di persekitarannya. Keadaan kering pula akan menyebabkan kayu ini mengecut kerana kekurangan lembapan. Sebaliknya, jikaterlebih lembapan, kayu itu akan membengkak, retak dan merekah akibat tekanan. Justeru, anda dinasihatkantidak sesekali menempatkan barangan palstik atau getah di atas meja keana ia boleh menyebabkan plasticizer migration (pertembungan dua permukaan yang boleh menyebabkan kerosakan salah satu permukaan) yang merubah struktur kayu.
Slauran kitaran udara tidak sepatutnya dihadang sebarang perabot. Ini kerana haba dan hawa dingin akan mewujudkan satu suhu yang kurang sesuai bagi perabot. Letakkan perabot di tempat yang mudah dilihat tetapi selamat daripada sinaran matahari serta suhu melampau. Pada musin hujan, berhati-hati membuka tingkap supaya air hujan tidak menimpa perabot.
Produk kecantikan
Berhati-hatiketika menggunakan bahan pelarut seperti alkohol, penanggal pengilat kuku, minyak wangi/ kolon dan sebarangkimia beracun ketika berdekatan perabot. Ini kerana cecair yang tumpah boleh membuatkan permukaan perabot mengelupas dan melunturkan cat serta kemasannya.
Bahan pencuci
Anda disarankan menggunakan minyak lemon. Sebelum itu, buang habuk pada perabot kemudian cuci sebelum menggilapnya.
4.Sifat Kayu sebagai Material Konstruksi
Kayu merupakan bahan produk alam, hutan. Kayu merupakan bahan bangunan yang banyak disukai orang atas pertimbangan tampilan maupun kekuatan. Dari aspek kekuatan, kayu cukup kuat dan kaku walaupun bahan kayu tidak sepadat bahan baja atau beton. Kayu mudah dikerjakan – disambung dengan alat relatif sederhana. Bahan kayu merupakan bahan yang dapat didaur ulang. Karena dari bahan alami, kayu merupakan bahan bangunan ramah lingkungan.
Karena berasal dari alam kita tak dapat mengontrol kualitas bahan kayu. Sering kita jumpai cacat produk kayu gergajian baik yang disebabkan proses tumbuh maupun kesalahan akibat olah dari produk kayu. Dibanding dengan bahan beton dan baja, kayu memiliki kekurangan terkait dengan ketahanan-keawetan. Kayu dapat membusuk karena jamur dan kandungan air yang berlebihan, lapuk karena serangan hama dan kayu lebih mudah terbakar jika tersulut api.
Kayu merupakan bahan yang dapat menyerap air disekitarnya (hygroscopic), dan dapat mengembang dan menyusut sesuai kandungan air tersebut. Karenanya, kadar air kayu merupakan salah satu syarat kualitas produk kayu gergajian. Jika dimaksudkan menerima beban, kayu memiliki karakter kekuatan yang berbeda dari bahan baja maupun beton terkait dengan arah beban dan pengaruh kimiawi. Karena struktur serat kayu memiliki nilai kekuatan yang berbeda saat menerima beban. Kayu memiliki kekuatan lebih besar saat menerima gaya sejajar dengan serat kayu dan lemah saat menerima beban tegak lurus arah serat kayu. Ilustrasi kekuatan serat kayu dalam menerima beban dapat ditunjukkan pada Gambar 8.1.
A.Penebangan, Penggergajian dan Pengawetan
Produksi kayu gergajian (lumber), batang kayu segi empat panjang (balok) yang dipakai untuk konstruksi dimulai dari penebangan pohon di hutan alam dan hutan tanaman industri. Kayu gelondongan (log) hasil tebang diangkut ke pabrik penggergajian. Untuk menghasilkan produk kayu gergajian yang baik dan efisien terdapat teknologi penggergajian yang harus diketahui dalam kaitannya dengan penyusutan kayu saat pengeringan. Terdapat 3 metoda penggergajian, lurus (plain sawing), perempat bagian (quarter sawing) dan penggergajian tipikal (typical sawing).
Sesuai proses pertumbuhan kayu, kayu bagian dalam merupakan kayu yang lebih dulu terbentuk dari kayu bagian luar. Karenanya kayu bagian dalam mengalami susut lebih kecil dari kayu luar. Tanpa memperhitungkan susut tersebut, hasil gergajian akan menghasilkan bentuk kurang berkualitas.
setempat atau pondasi dinding menerus dari bahan pasangan batu atau beton. Pemasangan kolom kayu selain memerlukan jangkar (anchor) ke pondasi
PENUTUP
For further information log on website :http://henifebrimayenti.blogspot.my/2011/10/mengenal-kayu-teknik-bahan-1.html
No comments:
Post a Comment